Skip to main content

Belajar dan Tuhan



   Apakah ada yang mengetahui resep rahasia untuk hidup dengan damai? Damai yang saya maksud adalah damai hati dan pikiran. Rahasianya hanya dua, yaitu belajar dan Tuhan. Dewasa ini saya terus menerus diingatkan bahwa segala hal yang saya lewati adalah pembelajaran. Pembelajaran agar saya menjadi lebih baik lagi. Dan diatas segalanya, saya percaya bahwa Tuhan telah mengatur segala sesuatu dalam hidup saya.

Begitu saya sadar bahwa hidup ini adalah pelajaran, saya benar-benar merasa lega dan menjadi lebih sabar menghadapi segala sesuatu. Setiap hal yang tidak saya inginkan terjadi, saya selalu menarik nafas terlebih dahulu dan berpikir “Ini adalah pembelajaran untuk saya, saya hanya perlu berjuang sedikit lagi, berjuang untuk menjadi lebih baik lagi.” Menganggap hidup adalah pembelajaran membuat saya menjadi tidak terlalu keras terhadap diri saya sendiri. Bahwa semua orang membuat kesalahan-kesalahan dalam hidupnya agar mereka dapat memperbaiki kesalahan tersebut dan tidak mengulang kesalahan yang sama.

Dan bagaimana dengan Tuhan? Bagi saya, Tuhan adalah segalanya. Tuhan memberi kekuatan kepada saya untuk menjalani hari-hari dengan kemampuan terbaik saya. Tuhan memberi saya hidup karena Ia percaya bahwa saya dapat menjalaninya. Tuhan memberi saya cobaan karena Ia telah terlebih dahulu memberi kekuatan kepada saya untuk melewati cobaan tersebut. Tuhan tidak akan pernah memberikan cobaan diluar kemampuan saya dan tidak akan pernah meninggalkan saya. Tuhan akan selalu berada disamping saya, mencintai saya.

Bahkan di saat saya sedang tidak mencintai diri saya sendiripun Tuhan tetap mencintai saya. Tuhan mencintai hamba-Nya lebih dari apapun dan kami, hamba-Nya, mencintai Tuhan dengan segenap jiwa raga kami. Saya percaya apapun yang terjadi dalam hidup saya sudah digariskan oleh Tuhan, Tuhan meng-haruskan saya untuk melewati hal tersebut, agar saya menjadi orang yang lebih baik lagi. Bahwa rencana Tuhan lebih besar dari rencana manusia, dan apapun yang Tuhan berikan kepada saya, merupakan hal yang terbaik untuk saya. Percaya kepada Tuhan membuat saya belajar untuk berserah.

Saya pernah mengalami satu fase dimana saya menjadi sangat terpuruk dan tidak percaya kepada diri saya sendiri. Saya tidak menunaikan kepercayaan yang telah diberikan kepada saya dengan baik. Sekarang saya diberi tanggung jawab yang sama, dan saya sangat takut untuk mengambil tanggung jawab itu kembali, sangat takut hal tersebut akan berulang kembali dan sejujurnya, saya masih trauma. Namun akhirnya saya sadar bahwa terus merasa takut tidak akan merubah apapun, dan saya hanya perlu berjuang sedikit lagi. Saya tidak sendiri, saya memiliki keluarga dan teman-teman saya. Saya juga memiliki Tuhan bersama saya, Tuhan sengaja memberikan saya kesempatan ini untuk belajar dari kesalahan saya yang lalu, dan sekali lagi, Tuhan tidak akan memberikan cobaan diluar kekuatan hambanya. Tuhan percaya saya mampu.

Menyadari kedua hal itu membuat saya merasa sangat damai. Bagaimana denganmu? Apa rahasia hidup damai-mu? 




        
 (photo courtesy of google.com)

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

A Letter to My Baby

I want you to see, baby. I want you to see that we’re just a human as much as anybody. That Mama sometimes cry and a little sappy, that she might even cry when she’s angry. Your Papa is generally funny but  he might be quiet when he’s worry. We love hard & play hard but of course we still fight, we talk good and do good but mistakes will still be made. I want you to know that it is okay to be mad when you’re angry; to be sad when you’re lonely, to be jelly, to feel icky and to  experience any emotions other  than feeling happy. Sometimes people still smile even when they do not feel so smiley. It’s the thing people do for many reasons, really. They are just complex with all of their story. And we human often are difficult with feelings, but it is always good to let things out than to bottled it up. Because the explosion might not be pretty. So please just be kind to everyone, baby. Because we all deserve of being loved just as much as everybody. The messiness, the cra...

The soft orange wall

There’s a nice glow from the room outside. It was warm, inviting, pretty. Ever so beautiful like we live in the golden hour, all time glow. I hope the new room will bring new adventure to baby. With its soft orange colored wall,  surrounded with toys that he likes and people that he loves. I hope he’ll grow as warm as his new wall.  Bold but not too bold; brave but not too brave, only enough. Enough to make people sit & feel comfortable with him and his presence.  The wall is cautious, warm & beautiful. An instant homely feelings will be felt when you take your first step into the room.  I hope, oh I hope that room will always remind him of home. I hope it will always remind him of us.  Ananda Khaira Azizah, Pekanbaru, 27 Maret 2025. Hari Kamis, pukul 10 pagi.

The Family Who Read

         I was raised in a family who appreciate reading. It’s all started way back when we were young. We grew up reading comic books, our parents often gave us books as our “naik kelas”’s gifts. So we ended up looking forward to books. I remember the feeling when we were anxiously waiting for our packs of books to open, couldn’t wait to read it as we already waiting for it for a long time. And as a continuation of that, by the time we were a teenager, we expand our liking to novels, and our house filled with fantasy books such as “Eragon”, “The Bartimaeus Trilogy” by Jonathan Stroud, books written by Cornelia Funke, “Maximum Ride” by James Patterson and the likes which supplied by our mother. So myself in particular found solace and curiousity in fantasy books.           So then we developed our love for books. Growing up, each of us found our own genre, as my brother likes “Haruki Murakami”, me and my father...