Skip to main content

#BerbedaBersama



Apakah kalian menyukai musik klasik? Saya juga tidak begitu menyenangi genre musik tersebut pada awalnya. Bagi saya, musik klasik adalah hal yang biasa saja. Hingga pada suatu hari di tahun 2016 seorang teman mengajak saya menghadiri konser musik klasik di Aula Simfonia Jakarta (ASJ), Kemayoran. Tema konser saat itu adalah Hari Paskah. Hanya 1 konser itu saja yang saya butuhkan untuk jatuh cinta kepada musik klasik. Sejak saat itu, saya dan teman-teman sering pulang pergi ke Jakarta hanya untuk menonton konser-konser lainnya. Kami berangkat sabtu siang, pukul 17.00-19.00 menonton konser, dan langsung kembali ke Bandung. Selalu begitu. Dan semua perjuangan itu, seluruh dana dan tenaga tersebut selalu terbayar tuntas. Saya tidak pernah sekalipun menyesal telah melakukan hal itu. Dua jam tersebut merupakan 2 jam terbaik dalam hidup saya.

Gedung ASJ adalah sebuah bangunan yang khusus dibangun untuk konser musik klasik. Mereka sudah mempertimbangkan segalanya. Tiap inci dari atap mereka, lebar teater-nya, bahkan kayu yang digunakan untuk kursinya. Hal-hal yang dilakukan agar penonton mendapatkan pengalaman yang sangat berkesan saat menonton konser.

Ada 2 hal yang paling berkesan bagi saya, yaitu adalah saat saya berhasil mengajak 10 orang teman saya untuk bersama-sama menonton konser musik klasik ke Jakarta. Kami yang berkumpul demi kecintaan (dan rasa penasaran) terhadap musik klasik akhirnya berangkat, dan saya sangat bersyukur konser tersebut adalah konser yang mereka hadiri. Konser tersebut adalah konser ASJ favorit saya sepanjang masa. Lagu yang dimainkan saat itu adalah “Gustav Holst : The Planets”, dengan “Jupiter” sebagai lagu kesukaan saya.

Kecintaan saya kepada musik klasik mengajari saya satu hal. Musik klasik sangat indah justru karena alat musik yang dimainkan beragam. Mereka saling melengkapi satu sama lain. Bila alat musik tersebut seragam, mungkin tidak akan seindah keberagaman yang ada. Dengan keberagaman, setiap alat musik memiliki peran tersendiri, dengan kelebihan dan kekurangan masing-masing. Kita hanya perlu menghargai keberagaman itu, dalam aspek apapun. Alangkah sayangnya apabila kita memiliki keberagaman sebagai opsi dan keseragaman-lah yang kita pilih.

#BerbedaBersama akan saya analogi-kan sebagai negara kita yang tercinta, Indonesia. Kita semua tahu bahwa Indonesia terdiri dari begitu banyak suku yang sangat berbeda satu dengan lainnya. Adat istiadat, pola pikir dan pola pengajaran yang berbeda. Setiap daerah bahkan memiliki bahasa daerahnya sendiri. Hal itulah yang membuat Indonesia unik dan menarik di mata dunia, keberagaman kita.

Bayangkan jika seluruh Indonesia seragam dari Sabang sampai Merauke. Membosankan sekali, bukan? Kita akan melihat hal yang itu-itu aja, tanpa tempat untuk berkembang. Tidak akan ada perbedaan-perbedaan pendapat yang saling membangun karena semua adalah satu.

Jadi marilah kita mulai perlahan-lahan untuk mencintai keberagaman, ya? Mari kita sepakat untuk #BerbedaBersama



(photo courtesy of google.com)

Comments

  1. Invite me next event! Jazz (acid Jazz esp.) always be my fav genre so far because of the freewillness, and experiencing new things is awesome. 😁 -vq

    ReplyDelete
  2. I will! It's not jazz though, but please try it and hope you find it to your liking! 😊🙏

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

A Letter to My Baby

I want you to see, baby. I want you to see that we’re just a human as much as anybody. That Mama sometimes cry and a little sappy, that she might even cry when she’s angry. Your Papa is generally funny but  he might be quiet when he’s worry. We love hard & play hard but of course we still fight, we talk good and do good but mistakes will still be made. I want you to know that it is okay to be mad when you’re angry; to be sad when you’re lonely, to be jelly, to feel icky and to  experience any emotions other  than feeling happy. Sometimes people still smile even when they do not feel so smiley. It’s the thing people do for many reasons, really. They are just complex with all of their story. And we human often are difficult with feelings, but it is always good to let things out than to bottled it up. Because the explosion might not be pretty. So please just be kind to everyone, baby. Because we all deserve of being loved just as much as everybody. The messiness, the cra...

The soft orange wall

There’s a nice glow from the room outside. It was warm, inviting, pretty. Ever so beautiful like we live in the golden hour, all time glow. I hope the new room will bring new adventure to baby. With its soft orange colored wall,  surrounded with toys that he likes and people that he loves. I hope he’ll grow as warm as his new wall.  Bold but not too bold; brave but not too brave, only enough. Enough to make people sit & feel comfortable with him and his presence.  The wall is cautious, warm & beautiful. An instant homely feelings will be felt when you take your first step into the room.  I hope, oh I hope that room will always remind him of home. I hope it will always remind him of us.  Ananda Khaira Azizah, Pekanbaru, 27 Maret 2025. Hari Kamis, pukul 10 pagi.

The Family Who Read

         I was raised in a family who appreciate reading. It’s all started way back when we were young. We grew up reading comic books, our parents often gave us books as our “naik kelas”’s gifts. So we ended up looking forward to books. I remember the feeling when we were anxiously waiting for our packs of books to open, couldn’t wait to read it as we already waiting for it for a long time. And as a continuation of that, by the time we were a teenager, we expand our liking to novels, and our house filled with fantasy books such as “Eragon”, “The Bartimaeus Trilogy” by Jonathan Stroud, books written by Cornelia Funke, “Maximum Ride” by James Patterson and the likes which supplied by our mother. So myself in particular found solace and curiousity in fantasy books.           So then we developed our love for books. Growing up, each of us found our own genre, as my brother likes “Haruki Murakami”, me and my father...